CERPEN
Karya : Meygita Risky Lambe (X-Baya)
“60 Ribu Demi Kebahagiaan Kakak”
Kehidupan
yang aku jalani begitu menyedihkan, namun dengan begini aku belajar agar
mensyukuri hidup. Hidup kekurangan membuat diriku dan kak Amel dikucilkan serta
tak jarang membuat kami merasa minder. Ibu kami berangkat ke Arab dan menjadi
TKW setahun yang lalu, akan tetapi sampai sekarang kabar Ibu tidak jelas,
sedangkan Ayah begitu tega meninggalkan kami agar dapat bersama dengan keluarga barunya.
Siang
hari begitu panas, keringat membasahi tubuh kak Amel yang kelihatan begitu lelah.
Namun, siang itu senyum kak mel begitu lebar, Saat iya mengeluarkan uang dan
menghitung hasil mengamennya. Setelah menghitung hasil yang telah
didapatkannya, kak Amel mengambil sebungkus nasi ikan yang berada didalam
tasnya, tak lupa ia memanggilku dan menyuruhku untuk mengambil air minum di cerek.
Kami
memakan dengan begitu lahap, tak jarang kak Amel mengingatkanku untuk makan dua sendok nasi,
setelah itu meminum setengah gelas air agar kami merasa kenyang. Aku mengikuti
apa yang dikatakan olehnya dan alhasil aku memang benar-benar merasa kenyang,
tapi bisa dibilang kenyang air.
‘’Sinta..’’
panggil kak amel
‘’Iya kak?’’ jawabku
“Sin, jangan pergi ngamen yah’’
“Memangnya kenapa kak?’’ tanyaku tak
mengerti
‘’Pokoknya tidak boleh. Cukup kakak saja yang
cari uang,kamu harus dirumah!’’
Saat
mendengar apa yang kak amel bilang, aku sedikit sedih.. aku takut kak Amel akan
sangat kelelahan dan aku hanya bisa menjadi beban. Aku tak tega
membiarkannya mengamen sendirian.
Keesokkan
harinya aku melihat wajah kakakku yang
begitu sedih,timbul beberapa pertanyaan dipikiranku. Ada apa dengan kak amel?
apakah dia mempunyai masalah disekolah?
rasa penasaran itu mendorongku untuk bertanya dengan kak amel.
‘’Kak amel kenapa sedih?’’ tanyaku dengan
begitu polos, sambil mengelus-elus rambutnya
‘’Sin, maafkan kakak yah. kakak melarang kamu
berbohong sedangkan kakak sendiri yang
berbohong. Tadi teman-teman kakak ingin main kerumah, tapi kakak bilang kalau
rumah direnovasi jadi jangan datang dulu.’’ Jawab kak Amel dengan begitu
menyesal.
Setelah
tahu apa yang menyebabkan kak Amel menjadi sedih, spontan ikut membuatku ikut merasa sedih. Aku tahu
bahwa kak Amel pasti malu dengan rumah kami, yang bisa dikategorikan bukanlah
sebuah rumah tetapi sebuah gubuk kecil. Sebuah gubuk yang kami tumpangi untuk
tinggal sementara karena rasa simpati dari Pak RT.
Pagi begitu cerah, aku berjalan
menuju sekolah dengan memakai seragam SD berlambang kelas satu. Setelah tiga
hari libur dikarenakan kakak kelas ujian, aku jadi terbiasa tinggal dirumah.
Aku berjalan sambil bersenandung dengan suara pelan, mataku tertuju pada rumah
yang begitu indah berwarna putih keunguan, warna yang kak Amel begitu senangi.
‘’Waw,bagus sekali.. andaikan itu rumah kami,
kak Amel pasti tidak akan malu dan berbohong dengan temannya’’ kataku dalam
hati.
Aku melamun sejenak dengan melihat
rumah itu, lamunanku terhenti saat menyadari sebuah sepeda motor hampir
menyambarku. Sang pengendara motor memarahiku karena melamun ditengah jalan. Aku
kembali melangkahkan kakiku menuju sekolah dan akhirnya aku sampai disekolah tempatku
menimba ilmu.
Saat pelajaran berlangsung, aku
masih saja memikirkan rumah itu.. andai saja aku bisa memilikinya, aku tak
menyadari dari mana pemikiranku itu. Aku berfikir untuk mencari uang dengan
mengamen agar bisa membeli rumah itu.
( mungkin saja
dapat terbeli dengan mudah)
Syukurlah... walaupun hanya 60 ribu
tapi ini merupakan hasil mengamen selama satu minggu, dan selama satu minggu
juga aku bolos sekolah tanpa
sepengetahuan kak Amel. Aku kembali ke rumah itu lagi dan dengan berani aku
masuk melewati pagar dan melihat seorang nenek-nenek tua sedang menyiram
tanaman. Aku menghampirinya
‘’Assalammualaikum nek’’
‘’Walaikumsalam, ada perlu apa nak’’tanya
nenek tua itu
‘’Itu.. begini nek Aku menyukai rumah ini.
Rumah ini begitu bagus,saya....’’aku menghentikan perbincangan itu.
‘’Kamu kenapa nak?’’tanya nenek itu dengan
rasa penasaran
‘’Saya... hmm saya, saya ingin membeli rumah
ini tapi uang saya hanya 60 ribu, itu pun hasil mengamen selama satu minggu nek’’
jawabku dengan begitu polos
‘’Kenapa kamu ingin membelinya? ‘’
‘’Saya kasihan dengan kakak, kakak malu mengajak
temannya main ke rumah, eh salah gubuk kecil kami’’
‘’Mana uang kamu nak? Nenek mau jual rumah ini
denganmu, memangnya rumah kamu dimana nak?’’ kata nenek itu sambil
tersenyum
‘’itu disana,gubuk kecil yang didepannya
terhalang pohon mangga’’
‘’oh yang itu yah? Kamu pulang dulu nanti
nenek ke sana.sekarang berikan uangmu’’
Aku berikan uang itu dan bergegas
pulang ke rumah.
Ku
lihat kak Amel yang sedang berdiri didepan pintu dengan wajah kesal dengan sebuah
rotan ditangannya. perasaanku langsung berubah seketika, suara dag dig dug
terdengar dengan jelas yang berasal dari jantungku. Aku melangkahkan kaki
dengan begitu pelan, aku tak berani menatap mata kak Amel. Kak Amel menarikku
dan langsung mencambukku dengan rotannya, tak ada yang bisa kulakukan selain
menahan sakit dan tangis.
Ternyata pagi tadi wali kelasku
datang ke rumah dan menanyakan apa penyebab aku tak masuk sekolah tanpa
keterangan. Kak Amel begitu marah saat mengetahui aku pergi mengamen, air mataku
jatuh saat melihat kak amel memukulku sambil menangis, aku yakin ia pasti tak
tega memukulku. Memar dipahaku membuat aku merasakan sakit, aku menjerit
kesakitan tak lama kak Amel datang dan mengobati lukaku.
Tak lama kemudian ada orang yang
mengetuk-ngetuk rumah kami, kak amel bangkit dan membuka pintu ternyata dia
nenek yang tadi, kak Amel menyuruh nenek itu masuk. Nenek itu langsung
menceritakan perbincanganku dengannya. Kak Amel menyimaknya dengan seksama, nenek
itu pun langsung memberikan kunci rumahnya. Kak Amel tak mengambil kunci itu
dan kebingungan. Namun nenek itu kembali menjelaskan bahwa ia benar-benar
menjual rumah itu dengan harga murah khusus untukku saja, karena beliau
melihatku begitu polos. Mendengar penjelasan nenek itu membuat kak Amel terharu
dan langsung memelukku yang tadinya duduk di bawah jendela menyendiri menahan
sakit. Bukan hanya itu,nenek itu juga bersedia membiayai sekolah kami, nenek
itu sangat baik, ternyata Ia sangatlah kaya dan ramah, dan apa yang telah aku
beli darinya tidak ada apa-apanya dengan harta yang Ia miliki. Ia hanya hidup
sendiri tanpa keluarga dan mulai saat ini dia menjadi keluarga baru kami. Kami
pun menjadi keluarga yang bahagia dengan saling berbagi dan saling tolong
menolong, karena kami tahu bagaimana rasanya kehidupan yang sulit dan sendirian
itu. Karena kebahagian itu datangnya bukan dari harta atau apapun tapi
bagaimana cara kita mensyukuri hidup dan saling berbagi serta saat dimana kita
mampu membuat orang lain tersenyum karena perbuatan kita.
*FRASA SMAN 4 KENDARI