Profil OSIS SMA 4 KENDARI Masa Bakti 2021 - 2022 Get now!
Postingan

KARYA SISWA




CERPEN
Karya : Meygita Risky Lambe (X-Baya)



“60 Ribu Demi Kebahagiaan Kakak”
Kehidupan yang aku jalani begitu menyedihkan, namun dengan begini aku belajar agar mensyukuri hidup. Hidup kekurangan membuat diriku dan kak Amel dikucilkan serta tak jarang membuat kami merasa minder. Ibu kami berangkat ke Arab dan menjadi TKW setahun yang lalu, akan tetapi sampai sekarang kabar Ibu tidak jelas, sedangkan Ayah begitu tega meninggalkan kami  agar dapat bersama dengan keluarga barunya.
Siang hari begitu panas, keringat membasahi tubuh kak Amel yang kelihatan begitu lelah. Namun, siang itu senyum kak mel begitu lebar, Saat iya mengeluarkan uang dan menghitung hasil mengamennya. Setelah menghitung hasil yang telah didapatkannya, kak Amel mengambil sebungkus nasi ikan yang berada didalam tasnya, tak lupa ia memanggilku dan menyuruhku untuk mengambil air  minum di cerek.
Kami memakan dengan begitu lahap, tak jarang kak Amel  mengingatkanku untuk makan dua sendok nasi, setelah itu meminum setengah gelas air agar kami merasa kenyang. Aku mengikuti apa yang dikatakan olehnya dan alhasil aku memang benar-benar merasa kenyang, tapi bisa dibilang kenyang air.
 ‘’Sinta..’’ panggil kak amel
‘’Iya kak?’’ jawabku
Sin, jangan pergi ngamen yah’’
Memangnya kenapa kak?’’ tanyaku tak mengerti
‘’Pokoknya tidak boleh. Cukup kakak saja yang cari uang,kamu harus dirumah!’’
            Saat mendengar apa yang kak amel bilang, aku sedikit sedih.. aku takut kak Amel akan sangat kelelahan dan aku hanya bisa menjadi beban. Aku tak tega membiarkannya  mengamen sendirian.
Keesokkan harinya aku melihat wajah kakakku  yang begitu sedih,timbul beberapa pertanyaan dipikiranku. Ada apa dengan kak amel? apakah dia mempunyai masalah  disekolah? rasa penasaran itu mendorongku untuk bertanya dengan kak amel.
‘’Kak amel kenapa sedih?’’ tanyaku dengan begitu polos, sambil mengelus-elus rambutnya
’Sin, maafkan kakak yah. kakak melarang kamu berbohong  sedangkan kakak sendiri yang berbohong. Tadi teman-teman kakak ingin main kerumah, tapi kakak bilang kalau rumah direnovasi jadi jangan datang dulu.’’ Jawab kak Amel dengan begitu menyesal.
Setelah tahu apa yang menyebabkan kak Amel menjadi sedih, spontan  ikut membuatku ikut merasa sedih. Aku tahu bahwa kak Amel pasti malu dengan rumah kami, yang bisa dikategorikan bukanlah sebuah rumah tetapi sebuah gubuk kecil. Sebuah gubuk yang kami tumpangi untuk tinggal sementara karena rasa simpati dari Pak RT.
            Pagi begitu cerah, aku berjalan menuju sekolah dengan memakai seragam SD berlambang kelas satu. Setelah tiga hari libur dikarenakan kakak kelas ujian, aku jadi terbiasa tinggal dirumah. Aku berjalan sambil bersenandung dengan suara pelan, mataku tertuju pada rumah yang begitu indah berwarna putih keunguan, warna yang kak Amel begitu senangi.
’Waw,bagus sekali.. andaikan itu rumah kami, kak Amel pasti tidak akan malu dan berbohong dengan temannya’’ kataku dalam hati.
            Aku melamun sejenak dengan melihat rumah itu, lamunanku terhenti saat menyadari sebuah sepeda motor hampir menyambarku. Sang pengendara motor memarahiku karena melamun ditengah jalan. Aku kembali melangkahkan kakiku menuju sekolah dan akhirnya aku sampai disekolah tempatku menimba ilmu.                     
            Saat pelajaran berlangsung, aku masih saja memikirkan rumah itu.. andai saja aku bisa memilikinya, aku tak menyadari dari mana pemikiranku itu. Aku berfikir untuk mencari uang dengan mengamen agar bisa membeli rumah itu.
( mungkin saja dapat terbeli dengan mudah)
            Syukurlah... walaupun hanya 60 ribu tapi ini merupakan hasil mengamen selama satu minggu, dan selama satu minggu juga aku  bolos sekolah tanpa sepengetahuan kak Amel. Aku kembali ke rumah itu lagi dan dengan berani aku masuk melewati pagar dan melihat seorang nenek-nenek tua sedang menyiram tanaman. Aku menghampirinya
‘’Assalammualaikum nek’’
’Walaikumsalam, ada perlu apa nak’’tanya nenek tua itu
‘’Itu.. begini nek Aku menyukai rumah ini. Rumah ini begitu bagus,saya....’’aku menghentikan perbincangan itu.
‘’Kamu kenapa nak?’’tanya nenek itu dengan rasa penasaran
‘’Saya... hmm saya, saya ingin membeli rumah ini tapi uang saya hanya 60 ribu, itu pun hasil mengamen selama satu minggu nek’’ jawabku dengan begitu polos
‘’Kenapa kamu ingin membelinya? ‘’
‘’Saya kasihan dengan kakak, kakak malu mengajak temannya main ke rumah, eh salah gubuk kecil kami’’
‘’Mana uang kamu nak? Nenek mau jual rumah ini denganmu, memangnya rumah kamu dimana nak?’’ kata nenek itu sambil tersenyum
‘’itu disana,gubuk kecil yang didepannya terhalang pohon mangga’’
‘’oh yang itu yah? Kamu pulang dulu nanti nenek ke sana.sekarang berikan uangmu’’
            Aku berikan uang itu dan bergegas pulang ke rumah.
Ku lihat kak Amel yang sedang berdiri didepan pintu dengan wajah kesal dengan sebuah rotan ditangannya. perasaanku langsung berubah seketika, suara dag dig dug terdengar dengan jelas yang berasal dari jantungku. Aku melangkahkan kaki dengan begitu pelan, aku tak berani menatap mata kak Amel. Kak Amel menarikku dan langsung mencambukku dengan rotannya, tak ada yang bisa kulakukan selain menahan sakit dan tangis.
            Ternyata pagi tadi wali kelasku datang ke rumah dan menanyakan apa penyebab aku tak masuk sekolah tanpa keterangan. Kak Amel begitu marah saat mengetahui aku pergi mengamen, air mataku jatuh saat melihat kak amel memukulku sambil menangis, aku yakin ia pasti tak tega memukulku. Memar dipahaku membuat aku merasakan sakit, aku menjerit kesakitan tak lama kak Amel datang dan mengobati lukaku.
            Tak lama kemudian ada orang yang mengetuk-ngetuk rumah kami, kak amel bangkit dan membuka pintu ternyata dia nenek yang tadi, kak Amel menyuruh nenek itu masuk. Nenek itu langsung menceritakan perbincanganku dengannya. Kak Amel menyimaknya dengan seksama, nenek itu pun langsung memberikan kunci rumahnya. Kak Amel tak mengambil kunci itu dan kebingungan. Namun nenek itu kembali menjelaskan bahwa ia benar-benar menjual rumah itu dengan harga murah khusus untukku saja, karena beliau melihatku begitu polos. Mendengar penjelasan nenek itu membuat kak Amel terharu dan langsung memelukku yang tadinya duduk di bawah jendela menyendiri menahan sakit. Bukan hanya itu,nenek itu juga bersedia membiayai sekolah kami, nenek itu sangat baik, ternyata Ia sangatlah kaya dan ramah, dan apa yang telah aku beli darinya tidak ada apa-apanya dengan harta yang Ia miliki. Ia hanya hidup sendiri tanpa keluarga dan mulai saat ini dia menjadi keluarga baru kami. Kami pun menjadi keluarga yang bahagia dengan saling berbagi dan saling tolong menolong, karena kami tahu bagaimana rasanya kehidupan yang sulit dan sendirian itu. Karena kebahagian itu datangnya bukan dari harta atau apapun tapi bagaimana cara kita mensyukuri hidup dan saling berbagi serta saat dimana kita mampu membuat orang lain tersenyum karena perbuatan kita.







*FRASA SMAN 4 KENDARI

Posting Komentar