KURSI BERDARAH
Hai
, namaku talita . aku seorang siswi kelas X di SMAN Nusa indah . aku seorang
siswi yang cerdas dengan segudang prestasi, itu sebabnya tak sedikit teman
kelas ku yang membenciku. Mereka selalu memandang ku sebelah mata . mereka
selalu menilaiku dari sisi negatif , itu lah yang sering membuatku menjadi
tidak nyaman saat berada di sekitar mereka. Ya, mereka memang bukan teman yang
baik. Sifat yang tak pernah terlepas dari diri mereka adalah “IRI DAN DENGKI” .
selama ini aku selalu berusaha untuk bersikap biasa saja di hadapan mereka
walaupun ada rasa sakit yang mendalam di hatiku.
Mereka
sering memanggilku dengan sebutan sebutan yang menggambarkan betapa irinya
mereka dengan ku. Hal itu ku anggap biasa, semua orang di dunia ini berhak untuk
itu. Aku memang tipe siswi yang senang bergaul dengan semuanya, aku bersahabat
kepada siapa pun itu , di luar kelas pun aku memiliki banyak teman, mungkin
karena aku mengikuti banyak ekstrakulikuler di sekolah ku. Ya , entah kenapa
aku gemar mengikuti kegiatan, aku gemar menyibukkan diri ku sendiri. Walaupun
terkadang aku sering merasakan kelelahan .
Pagi
ini , hujan turun begitu derasnya. Mau tak mau aku harus kesekolah. Aku paling
tidak nyaman jika harus berdiam diri di dalam rumah tanpa aktivitas yang
bermanfaat bagi ku . itu sebabnya aku memaksakan diri ku untuk berangkat menuju
sekolah.
Kelas
masih sepi, tak seorang pun di dalamnya. Aku termenung menunggu sahabat sahabat
ku datang . tiba – tiba saja aku memikirkan nama nama panggilan yang di berikan
teman kelasku untuk ku . sekarang aku merasa kurang nyaman dengan panggilan-
panggilan itu . kurasa mereka sudah bersikap berlebihan pada ku.
“heyyy
talita!” yanti mengagetkan ku
“eh
, yanti. Ngagetin aja”
“datang
jam berapa tal? Nggak kehujanan?”
“kehujanan
lah , ga liat hujan nya deras banget” omel ku
“ya
elah , nyolot banget sihh, kan Cuma nanya” ucap yanti menarik hidungku
“aduhh”
aku memegangi hidung ku yang memerah
“apaan
sih , sakit tau” sambung ku
Kini
, kelas tak sesepi tadi . semuanya sudah datang, namun sepertinya bu tia tak
masuk hari ini. Mungkin karena hujan. Hal ini membuat Semuanya sibuk dengan
aktivitas masing – masing , begitu pun aku , aku sibuk mengerjakan tugas rumah
yang di berikan pak yanto kemarin.
“ya
elah, itu tugas rumah kali , ngapain kerja disini. Pengen banget ya di bilangin
pinter?” mely menegurku
“udah
lah mel , tau sendiri kan , dia itu rajin” sambung deni
“hah?
Rajin? Mana mungkin, Sok rajin baru
iya!” sambung tasya
Semuanya
menertawakan ku , seakan akan aku ini mainan lucu bagi mereka . aku hanya
tersenyum manis pada mereka semua, fikir ku . itu urusan mereka , terserah
mereka mau ngomong apa. Mereka semua terus-menerus mengolok-ngolokku , hal ini
membuat ku geram. Mungkin karena mereka selalu melihatku tertawa mereka merasa
aku tak bisa untuk melawan pada mereka semua. Namun mereka salah. Aku diam
bukan berarti aku tak bisa membalas semua apa ayang mereka lakukan padaku.
Bell
pulang pun berbunyi , hari ini kami hanya 1 kali masuk . banyak guru yang tak
hadir.
“Di
sampaikan kepada siswi yang mengikuti loma OSN tingkat nasional agar segera keruang
wakasek sekarang juga” suara speaker mengagetkanku
“Talita!”
panggil Yanti
“Iya?”
aku menoleh
“Jalan
yuk?” ajaknya
“Kemana?”
tanyaku
“Aduh
aduh gak salah tuh yanti ? kamu ngajak dia ? mana mau , dia kan sibuk ngurus
lomba nya itu” tiba-tiba saja Tasya datang
“Hey,
aduh jadi orang sibuk banget sih” ucap ku dengan menarik Yanti
4
bulan berlalu, sepertinya teman-teman kelasku ini semakin menjadi . bahkan tak
jarang mereka semua bersatu untuk menjatuh kan ku di hadapan guru ku . dan hal
itu pula yang membuat ku ingin mencabik-cabik wajah mereka. Diantara mereka
semua Deni lah yang selalu mengejekku , bahkan tiap kali aku bertemu dengannya
Ia selalu mengejek ku . di mana pun itu . dan tak jarang pula Deni membuatku
malu di hadapan anak anak kelas lain.
Hari
ini aku ada kelas olah raga . aku menuju kamar mandi untuk mengganti seragam ku,
setelah itu Aku menuju lapangan basket. Dan sepertinya kali ini Aku terlambat .
semua orang menatapku begitu tajam. Namun seperti biasa ,Aku masih tetap
tersenyum melihat mereka.
“Ini
nih yang buat kita di marahin” omel Deni melihat ku
“Apa
an? Kok Aku?” tanya Ku heran
“Iya
kamu , ganti baju ada se-jam!” Mely berdiri pergi dengan di ikuti teman kelas Ku
yang lain
“Hahh?
Seperti nya aku ganti baju gak cukup 5 menit kok” batinku
Siang
ini aku pulang terlambat aku harus mengerjakan tugas ku terlebih dahulu. Aku
memang selalu mengerjakan tugas di kelas setelah jam pelajaran selesai. Dalam
kelas masih ada Aku dan Deni. Deni tengah sibuk dengan laptopnya. Sepertinya Ia
sedang bermain games, hal itu bisa Ku tebak dari raut wajah nya yang sangat
serius. Aku menghampirinya dengan mencoba untuk bercerita dengan nya.
Dalam
kelas ini , sepertinya ialah siswa laki-laki yang paling membenci ku, maka dari
itu pula aku ingin mengetahui alasannya membenci ku.
“Den
boleh tanya gak?” ucap Ku pelan
“Apa
an?” jawab Deni dengan suara yang sedikit kasar
“Kenapa
sih kalian semua tuh benci banget ama aku?” tanyaku
“Hahhahaha
karna lo gak asik , lo tu sok pintar”
Ucapan
Deni yang singkat itu membuat hati ku seakan akan tertusuk jarum-jarum yang
sangat tajam. Aku kembali duduk di bangku ku. Aku terdiam sejenak, mencoba
menahan emosi. Aku terus menerus mengalihkan tatapan ku. Tapi tak bisa! Aku tak
bisa. Sepertinya dalam hati ku ini sudah hancur, hancur dengan perkataan Deni
yang singkat namun mendalam bagi ku itu.
Aku
terus mencoba untuk menenangkan diri ku . kini aku keluar teras depan kelas.
Aku melihat seorang tukang di depan sana sedang mengerjakan pintu kelas X5 .
aku melihat sebuah parang tajam di samping tukang tersebut. Tiba-tiba saja
tukang tersebut meninggalkan tempat itu dan masuk kedalam kelas X5, niat jahat
pun timbul rasa nya aku ingin membunuh Deni
hari ini juga. Mungkin ini ide gila dan Aku rasa aku memang gila, Aku berlari
mengambil parang tersebut dan masuk diam-diam kedalam kelas. Deni masih serius
menatap layar laptopnya dengan bermain games begitu serius. Aku menarik napasku
. mengumpulkan nyaliku dan arrrrgghhhh!!
Darah
berhamburan di mana-mana . parang itu tertancap begitu dalam hingga menembus
belakangnya. Aku terdiam dan segera pergi meninggalkan Deni.
“Aku
udah ngebunuh Deni, Aku ngebunuh orang! Ini pasti mimpi” batin ku
Esok
harinya, aku masih kesekolah dengan santainya tanpa memikirkan sesuatu yang
terjadi kemarin.
Oh
astaga , rupanya belum ada yang menemukan mayat Deni. Ia masih duduk manis di
kursinya dengan parang yang masih menancap di dadanya, matanya melotot.
Kursinya penuh dengan darah. Rasa nya aku ingin gila, gila dan gila, Aku meninggalkan
kelas. Bersembunyi di belakang kelas. Aneh memang aneh kurasa mereka semua tak
akan tahu bahwa yang membunuh Deni itu Aku. Namun sepertinya rasa takut ku
sangat besar. Padahal sewaktu menancapkan parang tersebut di dada Deni aku
tidak merasa kan takut, namun mengapa dengan hari ini.
“Aaaaaaaaaa....
Deniiiii”
Terdengar
suara seorang wanita dari dalam kelas. Ku rasa itu Mely aku segera berlari
kembali menuju kelas dengan bersikap seolah-olah bukanlah aku pembunuhnya. Mely
terduduk lemah di lantai, Ia terus menangis, Aku mencoba menenangkannya. Siswa
kelas lain pun mulai berdatangan.
3
hari setelah kepergian Deni , masih teringat di benakku bagaimana kejam nya
diri ku saat membunuh deni. Terkadang aku menyalahkan diriku sendiri. Aku rasa
aku sangat bodoh membunuh seseorang cuma karena ucapan singkatnya.
Malam
ini malam yang indah, Bintang-bintang di langit bersinar begitu indahnyanya.
Namun sepertinya aku tak bisa berlama-lama untuk melihat pemandangan indah ini.
Rasanya mataku sudah akan tertutup begitu saja. Aku mencoba untuk memandangi
bintang-bintang itu. Tiba tiba saja seseorang memegang pundakku.
“Hey!
Talita”
“iyah”
aku menoleh
Dan
aaaaaaaaaa.... itu Deni ! iya Deni . aku berteriak histeris di sertai
tangisanku . mana mungkin orang yang
udah wafat bisa bangkit kembali.
“Hey
Tal , lo ga usah takut” ucap Deni pelan
“Eh
hantu! Pergi lo ! udah deh den ngapain sih lo gangguin gue hah!? Lo mau balas
dendam ke gue?, lo tu emang pantas , pantas mati.” Bentak ku dengan berjalan
mundur
“gue
Cuma pengen bilang ke elo. Lo nggak usah takut. Karena bentar lagi lo bakal
jadi seperti gue” sinis deni
“ehh
lo jangan macam macam yah, gue ngga ngebunuh loe, sumpah , gue khilaf!!” ucapku
melangkahkan kaki ku ke belakang
Aku
terus menangis aku ngga mau nyusul deni. Aku ga mau mati.
“Kematian
harus di balas dengan kematian Talita! Lo jahat, lo harus di jahatin, lo udah
ngebunuh gue, lo ngebunuh gue talita! Lo udah buat hidup gue singkat, lo udah
buat orang tua gue sedih, gue benci lo Talita, lo harus mati!”
Aku
menutup telingaku . aku tak sanggup mendengarkan perkataan Deni. Dan..
“morning
sayang, bangun dong udah pagi ayo kesekolah”
ibu membangunkan ku
“morning
too momy”
Aku
berangkat menuju sekolah, bertemu dengan semuanya , Aku sangat tertekan dengan
mimpi semalam . Aku gak bisa ceritain mimpi itu ke siapa pun . aku ga mau
mereka tau, kalau aku yang ngebunuh Deni.
Bell
masuk pun berbunyi Aku segera berlari menuju kelas. Dan belajar seperti
biasanya. Aku menoleh ke kursi deni. Kini kursi itu masih berhamburan darah.
Petugas sekolah telah mencoba untuk
menghilangkan darah itu namun tak berhasil , terkadang mereka pun sering
mencoba untuk membuang kursi itu namun mereka selalu mengatakan kursi tersebut
sangat berat. Dan sekarang tak seorang siswa yang berani duduk di kursi
berdarah itu.
Aku
melihat Deni duduk di kursi itu , ia tersenyum sinis padaku. Aku mengalihkan
pandangan ku. Jantung ku berdetak begitu cepatnya saat melihat beberapa petugas
kepolisian di depan kelasku. Mereka masuk kedalam kelas. aku menunduk sampai
saatnya petugas tersebut memanggil namaku. Seluruh teman kelas ku pun sontak
menatap ku dengan kebencian. Bahkan mely melempariku dengan sepatunya. Kini aku
melewati masa-masa SMA Ku di dalam penjara.