Everything
(Karya: Resi Dwi Wulandari)
Seorang lelaki dengan
rambut kecoklatan kini tengah duduk di bawah sebuah pohon dengan pandangan yang
tidak lepas dari seorang gadis berambut sebahu yang kini tengah terduduk
dibangku taman seraya membaca sebuah buku.
Sudah sekitar 10 menit lelaki itu memandangnya dari
jauh tanpa ada niat sedikit pun mendekatinya. Dia lebih memilih melihat dari
jauh seraya memotret gadis yang selalu menjadi objek indahnya itu.
Cekrek...
"Sempurna."
Ucap Varo memandangi hasil fotonya.
Merasa ada yang memotretnya, gadis itu menoleh ke arah
belakang dan menangkap basah Varo yang tengah mengangkat kamera miliknya untuk
kembali memotret gadis itu.
Varo salah tingkah begitu gadis itu melihatnya, dia
segera menyembunyikan kameranya di balik badannya.
"Hey." Sapa
gadis itu yang sudah berada di hadapan Varo.
"Oh h-ey." Sapa
Varo gugup melihat gadis yang disukainya berada di hadapannya.
"Perkenalkan aku
Agatha Alicia." Ucap Agatha menjulurkan tangannya untuk berkenalan.
"Aku sudah
tau."
"Perkenalkan aku
Alvaro Mahendra." Ucap Varo seraya membalas uluran tangan Agatha.
Setelah perkenalan mereka, suasana tiba-tiba berubah
menjadi canggung. Agatha kembali sibuk membaca novelnya seraya duduk di sebelah
Varo sedangkan lelaki itu hanya diam tidak tau harus melakukan apa.
"Maaf tadi sudah
memotretmu diam-diam, aku merasa bersalah denganmu." Ucap Varo yang
membuat Agatha menoleh kepadanya.
"Tidak usah merasa
bersalah, aku sudah terdiam ditatap dan dipotret secara diam-diam. Aku juga
tidak merasa risih." Ucap Agatha tersenyum tipis.
Varo menundukkan kepalanya, dia tau bahwa gadis yang
selalu dipotretnya diam-diam itu memiliki banyak lelaki yang mengagumi gadis
itu. Hal itu membuatnya memilih untuk tidak memperlihatkan rasa sukanya kepada
gadis itu.
"Siapa yang tidak
tau Agatha Alicia, sang ketua osis dan murid yang selalu mengikuti olimpiade
fisika untuk mewakili sekolah." Puji Varo yang memang sesuai kenyataan.
Mereka berdua saling berbagi cerita hingga bel masuk
berbunyi menyadarkan kedua orang itu untuk segera menghentikan pembicaraan
mereka.
"Aku pergi duluan
dulu ya. Sampai nanti." Ucap Agatha yang melambaikan tangannya dan mulai
berjalan menjauhi Varo.
"Sampai nanti."
Ucap Varo memandang kepergian Agatha.
---
Seminggu berlalu, Varo
dan Agatha menjadi dekat. Gosip tentang hubungan keduanya berhembus dikarenakan
Agatha termasuk siswi yang pupoler di sekolah. Walau begitu, Varo dan Agatha
tidak memperdulikan itu dan tetap menjalin persahabatan.
"Kau baik-baik
saja?" Tanya Varo yang saat ini mereka tengah berada di kantin.
"Aku baik-baik saja
memangnya kenapa?" Tanya Agatha memandang wajah Varo.
"Kau tidak merasa
risih dengan gosip dari para murid. Aku kembali merasa bersalah karena sudah
membuatmu digosipkan murid lain." Ucap Varo dengan wajah bersalahnya.
"Aku tidak apa-apa.
Sudahlah, lebih baik kita lanjut makan. Sebentar lagi akan masuk." Ucap
Agatha yang membuat Varo mengangguk.
Sepulang sekolah, Varo berjalan bersama Agatha
dikoridor sekolah berdampingan. Mereka berdua tampak berbincang hingga sampai
di parkiran.
"Apa supirmu sudah
datang?" Tanya Varo kepada Agatha di sampingnya.
Gadis berambut sebahu itu menoleh lalu menggeleng.
"Apa aku boleh
menemanimu di sini sampai supirmu datang?" Tanya Varo yang sedikit ragu
Agatha menolaknya.
"Boleh" Jawab
Agatha dengan senyuman manisnya.
Sekitar 15 menit berlalu, sebuah mobil sedan berwarna
hitam berhenti di depan mereka dibarengi suara klakson. Terlihat lelaki berumur
23 tahun keluar mengenakan kaos putih dan celana jins hitam berjalan ke arah
Agatha dan segera merangkulnya.
"Hari ini aku yang
menjemputmu." Ucap lelaki itu yang menoleh ke samping melihat Varo yang
sedang terdiam.
"Benarkah? Bagaimana
bisa, kau kan sedang sibuk bekerja." Tanya Agatha menolehkan kepalanya
kepada Arga, lelaki yang menjemputnya.
"Aku sudah
menyelesaikan pekerjaanku dengan cepat hari ini jadi aku memiliki banyak waktu
denganmu." Ucap Arga tersenyum.
Sementara itu, Varo menundukkan kepalanya melihat
interaksi mereka berdua. Dimatanya, mereka berdua terlihat sangat serasi.
"Ehem.." Batuk
Varo yang membuat mereka berdua tersadar akan kehadiran Varo.
"Oh, Varo. Aku
pulang dulu ya, makasih sudah menemaniku." Ucap Agatha yang menarik tangan
Arga untuk segera masuk ke dalam mobil.
Mata birunya terus memperhatikan mobil sedan hitam itu
hingga melihat dari pandangannya.
"Mereka sangat
cocok." Gumam Varo yang berjalan menuju motornya dan segera meninggalkan
parkiran sekolah.
Setelah hari itu, Varo mulai menjaga jarak dari
Agatha. Gosip tentang hubungan keduanya pun mulai menghilang di ganti oleh
kabar bahwa Agatha telah mempunyai kekasih yang menjemputnya kemarin.
Di kelas, Varo terlihat bergelagat aneh dan segera
meminta izin untuk pergi ke kamar mandi. Begitu sampai, Varo membuka kasar
pintu kamar mandi dan segera masuk ke dalam seraya menguncinya.
Alex yang merupakan sahabat Varo yang menyadari itu
membuatnya segera berpura-pura ke kamar mandi. Di koridor sekolah, Alex berpas-pasan
dengan Agatha dan langsung menarik tangannya.
"Ada apa?"
Tanya Agatha bingung.
"Bantuin Varo, dia
lagi di kamar mandi sekarang." Ucap Alex dengan nafas terengah-engah lalu
mereka berjalan bersama menuju kamar mandi.
"Varo, buka
pintunya!" Teriak Alex yang mengetuk pintu kamar mandi tapi tidak ada
jawaban dari Varo.
"Agatha, kau mundur
dulu. Aku akan mendobrak pintunya." Ucap Varo yang dianggukan oleh Agatha,
gadis itu juga terlihat cemas walau tidak mengetahui apa yang terjadi.
Brakkk!!!
Pintu kamar mandi terbuka, hati Alex terasa
tercabik-cabik. Rasanya sulit untuk bernafas ketika melihat kenyataan di
hadapannya itu.
Keadaan Varo yang sangat mengenaskan. Lelaki itu
tergeletak dan tubuhnya bergetar hebat. Reaksi ini terjadi karena ia tiba-tiba menghentikan
penggunaan narkobanya.
Ini adalah salah satu rahasia terbesar yang dimiliki
oleh Alvaro Mahendra. Dia menggunakan narkoba sekitar 2 tahun lalu akibat orang
tuanya yang tidak harmonis tapi dia berusaha untuk tidak menggunakannya lagi
saat 1 bulan lalu. Hanya Alex saja yang mengetahui hal ini dan berusaha menjaga
rahasianya.
"Kenapa bisa
begini?" Alex menatap Varo dengan penuh kesedihan. Sulit baginya melihat
keadaan sahabatnya yang tidak berdaya.
Agatha mulai berkeringat melihat kejadian ini, dia
tidak bisa mengatakan apa-apa. Dia baru melihat kejadian seperti ini selama
hidupnya.
"Aku but---"
Ucapan Varo sulit untuk diselesaikan. Alex tidak bisa berbuat apa-apa selain
melihat keadaan sahabat yang terlihat sangat menyedihkan.
"Jika kau butuh
benda itu, tidak akan ak--" Dengan cepat Varo menggelengkan kepalanya kuat
dan menunjuk Agatha.
"Aku butuh
Agatha." Ucap Varo sedikit kesusahan tapi nyatanya hal itu ditolak oleh
Agatha, gadis itu langsung berlari pergi dari kamar mandi.
Mata
Varo menangkap ketakutan dari gadis itu, dia sadar bahwa ia tidak akan bisa
bersama dengan gadis itu. Seorang pengguna narkoba terlalu hina untuk seorang
gadis pandai dan juga populer seperti Agatha Alicia.
"Tidak apa." Ucap Varo
yang menyadari tatapan Alex lalu perlahan kesadarannya mulai menghilang.
"Varo!!" Teriak Alex yang
masih didengar oleh Varo sebelum lelaki itu pingsan.
---
Varo sudah benar-benar tidak
mengikuti atau memotret Agatha secara diam-diam. Dia telah menyerah. Susah
memang, tapi dia sudah bertekad untuk tidak mengusik hidup gadis yang mungkin
merasa risih dengan kehadirannya setelah melihat kejadian hari itu.
Lelaki
itu semakin sering melihat Agatha di jemput dengan lelaki bernama Arga itu. Ia
tersenyum melihat tawa Agatha yang tercipta dikarenakan ulah Arga. Senang bisa
melihat gadis itu bahagia meskipun dia bukan salah satu sumber kebahagiaan
gadis itu.
"Bro, tidak pulang?"
Tanya Alex yang menepuk pundak Varo yang sedang melihat interaksi antara Agatha
dengan Arga.
"Duluan saja, aku masih ada
urusan sebentar." Bohong Varo yang membuat Alex mengangguk mengerti.
Begitu
Alex, Agatha dan Arga pergi. Lelaki berambut kecoklatan itu memilih untuk
berjalan ke lapangan basket dan mengambil bola yang terdapat dipinggir
lapangan.
Varo
mendribble bola basket dan beberapa kali memasukan bola itu ke ring basket.
Tampak keringatnya yang bercucuran, sesekali tangannya mengusap peluhnya.
"Arghhh!!!" Teriak Varo
yang membuang bola basket begitu keras. Dia mengeluarkan seluruh amarah yang
selama ini ia pendam.
Tangannya
bergerak memukul-mukul wajahnya hingga menarik-narik rambutnya dengan begitu
kuat. Dia sangat membenci dirinya sendiri yang terlalu pengecut untuk sekedar
mengungkapkan perasaannya.
"Dasar bodoh!!" Maki Varo
pada dirinya sendiri.
Kini
rambutnya ada beberapa helai yang terlepas akibat kuatnya tarikan pada
rambutnya dan wajahnya juga sedikit berdarah karena ia memukulnya juga mencakar
wajahnya sendiri.
Dengan
langkah lemas, Varo menyeret kakinya paksa untuk berjalan menuju parkiran agar
segera pulang ke rumah.
Hari
ini, berkat Alex. Agatha mau menerima ajakan Varo untuk bertemu di taman kota
karena hari ini libur sekolah. Dengan pakaiannya yang simple, Varo turun
dari kamarnya sambil membawa kotak sedang yang ia bungkus dan diberikan pita
berwarna pink.
"Bu, Varo keluar sebentar
ya." Pamit Varo kepada Nita, ibunya.
"Hati-hati nak." Ucap
Nita yang sedang berada di dapur.
Varo
dan Nita hanya tinggal berdua di rumah sederhana ini karena perceraian orang
tuanya. Ayah Varo dikenal sering menyiksa sang ibu membuat mereka memutuskan
berpisah.
Tak
butuh waktu lama, motor Varo sudah terparkir di sebelah mobil sedan hitam. Dia
memandang mobil itu dan melihat Arga yang berada didalam. Lelaki itu pasti
menunggu Agatha di sini.
Langkah
kaki Varo menuju sebuah kursi di taman yang sudah ada Agatha yang sangat cantik
dengan pakaian casualnya.
"Hey, senang bisa melihatmu
datang ke sini." Ucap Varo memandangi wajah Agatha.
"Kenapa selama ini selalu
menghindar dari aku?" Tanya Agatha yang menyadari semua perubahan dari
Varo.
"Aku tidak menghindar tapi
sudah seperti ini hubungan kita." Jawab Varo tersenyum lalu meraih kedua
tangan Agatha.
"Tha, aku mau mengakui satu
hal. Kalau aku itu pengguna narkoba." Ucapan Varo terhenti begitu
mengungkap sebuah fakta pahit yang membuatnya merasa tidak pantas untuk Agatha.
"Aku memang pengguna narkoba
dulu tapi sejak 1 bulan lalu dan sekarang karena itu aku jadi sering sakau. Aku
memang merasa tidak punya masa depan jika mengonsumsi barang itu tapi setelah
mengenal kamu, aku berusaha berubah dan mempunyai mimpi." Lanjut Varo yang
mulai menatap kedua mata bulat milik Agatha.
"Aku mencintai seorang Agatha
Alicia sang ketua osis SMA 06 tapi aku sadar tidak baik untuk menjadi pasangan
kamu. Aku pengguna narkoba yang dapat membawa citra buruk kepada kamu jika kita
bersama. Jadi aku minta maaf." Kalimat itu dengan susah payah Varo ucapkan.
Mendengar
ucapan Varo, kepala Agatha terangkat untuk menatapnya. Gadis itu memandang
sendu kepada Varo.
"Apa yang kam---" Ucapan
Agatha terpotong oleh Varo.
"Boleh aku peluk?" Pinta
Varo yang dianggukan oleh Agatha.
Lelaki
itu dengan cepat menarik pinggang gadis itu dan memeluknya begitu erat.
Tangannya mengelus lembut rambut Agatha seraya memejamkan matanya.
Setelah
dirasa cukup, perlahan Varo melepas pelukannya dan mengambil kotak yang ia bawa
tadi dan menyerahkannya kepada Agatha.
"Ambil ini, di perjalanan
pulang kamu bisa membukanya." Ucap Varo.
"Itu saja yang ingin ku
sampaikan. Kamu pulangnya hati-hati ya. Jangan menunggu kehadiran aku lagi dan
kamu harus hidup dengan kebahagiaan oke." Ucap Varo mengelus pipi Agatha.
Gadis
itu dengan berat hati meninggalkan Varo dan lelaki itu hanya diam memandang
kepergian Agatha.
Di
dalam mobil, Agatha membuka kotak itu dan melihat berbagai foto yang diambil
oleh Varo dari jauh secara diam-diam.
"Sangat cantik." Ucap
Agatha melihat salah satu foto yang Varo ambil.
Dia
menangkap sebuah surat di kotak iti dan segera membuka surat itu dengan
membacanya begitu teliti.
Agatha Alicia,
Seorang gadis yang ku kagumi
diam-diam selama sebulan belakangan.
Gadis yang berhasil membuatku
bangkit dan mempunyai mimpi lagi.
Tapi begitu sempurna untuk menjadi
kekasihku.
Aku hanya pengguna narkoba yang
terlihat tidak memiliki masa depan untuk kebanyakan orang.
Senang bisa melihatmu tertawa
bersama dia.
Aku menjauh karena melihatmu
ketakutan saat melihat diriku sakau.
Karena aku akan selalu melakukan
apapun untukmu agar kamu bahagia.
Aku mempunyai harapan pada hari
ulang tahunku dihari ini.
1. Ingin melihat ibuku bahagia
2. Ingin melihatmu tersenyum
3. Ingin pergi dengan tenang
Tiga hal itu sudah terjadi, bahkan
aku begitu tenang pergi setelah mengungkapkan perasaanku.
Terima kasih sudah pernah menjadi
motivasiku untuk berhenti mengonsumsi narkoba.
Dan terima kasih untuk ibumu yang
telah melahirkanmu sehingga kita bisa bertemu.
Aku pergi, semoga kita bisa bertemu
di kehidupan selanjutnya.
Alvaro Mahendra
Air
mata gadis itu jatuh dengan derasnya. Tepat disaat itu lelaki berambut
kecoklatan itu tergeletak tidak berdaya dengan mulutnya yang dipenuhi busa.
Lelaki itu telah pergi meninggalkan kedua wanita yang sangat ia sayangi yaitu
Agatha dan ibunya.